Solo Great Sale 2025 Digelar Serentak di Seluruh Wilayah Solo Raya untuk Pertama Kalinya

Solo – Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Solo, Ferry Septha Indrianto, menyampaikan bahwa gelaran Solo Great Sale (SGS) 2025 akan dilangsungkan pada bulan Juli mendatang. Uniknya, ini menjadi pertama kalinya acara tersebut diselenggarakan serentak di seluruh kawasan Solo Raya, mencakup Kota Solo serta enam kabupaten lain: Karanganyar, Boyolali, Klaten, Sukoharjo, Sragen, dan Wonogiri.

“Penyelenggaraan SGS di Solo Raya menjadi simbol sinergi dan kekompakan untuk memperkuat pertumbuhan serta daya saing ekonomi. Dulu SGS hanya ada di Solo saja,” ujar Ferry kepada Tempo, Kamis, 10 April 2025.

Ferry menilai langkah ini merupakan bagian dari upaya membentuk aglomerasi Solo Raya, sebagai bentuk kolaborasi kawasan yang menggantikan konsep karesidenan yang telah dibubarkan sejak 1946. Ia menekankan bahwa aglomerasi merupakan konsep ekonomi dan tata ruang yang menekankan integrasi dan efisiensi demi meningkatkan pertumbuhan kawasan.

Selain memperkuat kerja sama antarwilayah, momen ini juga dinilai tepat karena bertepatan dengan 100 hari pemerintahan daerah Solo Raya serta meredupnya wacana pembentukan Provinsi Daerah Istimewa Surakarta (DIS) dan Provinsi Solo Raya yang sempat mencuat pada 2019. Ferry menilai kedua gagasan tersebut lebih didasari pendekatan historis dan geografis semata.

“Biasanya, 100 hari pertama jadi ajang penilaian kinerja pemerintah. Sekarang saatnya beralih ke pendekatan ekonomi. Harapannya UMKM, sektor industri, dan pariwisata bisa tumbuh bersama. Solo Raya bersatu,” tuturnya.

Menurut Ferry, ide pembentukan DIS, Provinsi Solo Raya, atau menghidupkan kembali konsep karesidenan sebaiknya digantikan dengan pendekatan ekonomi, mengingat kondisi perekonomian global yang sedang melemah. Konsep aglomerasi dianggap lebih relevan karena fokus pada pembangunan berbasis konsentrasi ekonomi.

Namun, ia juga mengingatkan soal tantangan keterbatasan lahan dan hilangnya fungsi strategis yang dulu dimiliki Karesidenan Surakarta. Dahulu, Solo sebagai pusat kota hanya memiliki luas sekitar 44 kilometer persegi, sedangkan enam kabupaten pendukung mencakup sekitar 5.600 kilometer persegi.

“Otonomi daerah kadang membuat daerah bekerja sendiri-sendiri. Ini perlu disatukan kembali agar Solo tidak berjalan sendirian dan gagal berkembang sebagai pusat kawasan,” tambahnya.

Menutup pernyataannya, Ferry mengutip gagasan dari buku Presiden Prabowo, Why Nations Fail, bahwa kegagalan suatu bangsa sering terjadi karena pemerintah, baik pusat maupun daerah, tak mampu mengelola ketidakpastian masyarakat atau membiayai pelayanan publik.

“Inilah inti penting dari aglomerasi Solo Raya, sebagai solusi keberlanjutan kawasan Surakarta. Jika ekonomi jadi fokus utama, elemen lainnya akan ikut berkembang,” tegas Ferry.

WhatsApp Icon Shopping Icon